Langsung ke konten utama

Postingan

Maksud dari Kata "Kepercayaan" dalam Buddhisme

Guru Buddha Sakyamuni tidak berkomunikasi memakai bahasa Indonesia. Istilah "kepercayaan", sebagaimana sering digunakan para banthe dan romo penutur bahasa Indonesia ketika membabarkan ajaran Guru Agung, bagaimanapun terminologi-terminologi yang digunakan oleh para guru ini memiliki epistemologi yang khas.  Misalmya kata "kelahiran" dalam tumimbal lahir. Ini sering disalahpahami oleh oramg umum. Umumnya merujuk keluarnya bayi dari rahim ibu atau induknya. Tidak demikian maksudnya ketika istilah tersebut digunakan dalam Buddhisme. Begitu pula istilah "kepercayaan" dalam pembabaran ajaran Guru Agung oleh oara babthe dan romo dalam bahasa Indonesia. Ini tidak sama maksudnya dengan apa yang ditangkap oleh non-Buddhis, yang lebih mirip dugaan kuat, asumsi kuat, ataupun hipotesis.  "Kepercayaan" adalah kosakata dalam bahasa kita, bahasa Indonesia. Kita sering mendengar kata ini dalam ceramah-ceramah para banthe, para romo, ataupun naskah-naskah tentang
Postingan terbaru

Intisari Buku Mengenai Kelahiran Karya Ajahn Buddhadāsa

Sekalipun bukan perihal tujuan paling subtansial dari ajaran Buddhisme, menurut saya, kelahiran kembali adalah topik debateable dalam khasanah intelektual Buddhisme. Sebagai khasanah intelektual, karenanya kelahiran kembali atau kadang dipergunakan istilah "tumimbal lahir" lebih kentara penjelasannya sebagai proposisi filsafat, sekalipun Ajahn Buddhadāsa menerangkan dalam bahasa keseharian awam. Ajahn Buddhadāsa dalam seri nomor empat dari satu set buku Seri-seri Dasar Buddhis yang Kerap Disalahpahami ini menerangkan bahwa yang dimaksud kelahiran adalah "kelahiran mental", atau dalam istilah saya adalah keterusmenerusan bereksistensi (mengada), suatu rasa sadar bahwa ini aku dan selainnya bukan aku . Intisari Buku Dari pembacaan buku, berikut kiranya dapat disarikan dari pembacaan buku ini dalam sajian poin-poin paragraf. Pertama . Dari sudut historis dan kultural, Ajahn Buddhadāsa di awal buku menerangkan bagaimana pandangan spekulatif filosofis dan kultural orang

Hidup dalam Kesaatkinian dan Manfaatnya oleh Ajahn Buddhadāsa

Ini adalah seri nomor tiga dari satu set Seri Dasar-dasar Buddhis yang Kerap Disalahpahami oleh Ajahn Buddhadāsa (1906–1993). Diterbitkan oleh Penerbit Dian Dharma pada 2024. Berdimensi 12,5 cm x 18,5 cm dan berketebalam 44 halaman. Buku ini membahas tentang pentingnya hidup dalam kesaatkinian, karena dalam ajaran Buddhisme hanya, yang oleh bahasa diistilahkan,  saat kini  yang benar-benar nyata, yang demikian adanya. Sebagai kebenaran non-konvensi. Kehidupan manusia dan semua mahluk bertalian erat dengan pencarian kebahagiaan. Hidup sendiri adalah nyata adanya pada kesaatkinian terus menerus. Anda bernafas pada saat kini terus menerus, bukan tadi ataupun nanti. Maka kebahagiaan bukan ditemukan pada—apa yang dikonsepsikan pikiran sebagai—masa lalu ataupun masa depan, dalam bentuk mengembangkan harap damba kuat. Mengapa Saat-Kini ? Manusia awam mengabaikan absurditas kehidupan dengan mengembangkan hasrat harapan. Munculnya hasrat harapan erat kaitannya dengan hidup kita yang rentan. Ke

Beberapa Kesalahpahaman tentang Buddhisme

Karena tinggal di lingkungan non-Buddhis, kadang obrolan beralih ke Buddhisme. Mungkin ingin mengenal. Banyak hal ternyata disalahpahami. Ini, dari pribadi saya, memberi ide untuk menulis. Kesalahpahaman imi dapat dimaklumi karena banyak saudara kita penganut agama-kepercayaan Semitik, kepercayaan monoteisme dan menekankan ritual pengelu-eluan serta pemujaan, mengira semua agama secara basis fundamental adalah sama. Sebagian saya beri gambaran sependek saya tahu, sebagian lagi saya biarkan karena saking sulitnya. 1 / Dikira kepercayaan monoteisme Banyak mengira bahwa agama Buddha berpusat pada kepercayaan pada Tuhan Personal atau Tuhan antromorfik, yaitu sebuah sosok yang digambarkan pikiran bisa marah dan bisa tersipu-sipu jika dipuji via ritual. Tuhan digambarkan memiliki tabiat seperti manusia: marah, cemburu, narsistik, ngasih bonus kalau hatinya senang, suka ngamuk-ngamuk kalau tidak dituruti kemauannya, haus pujian, mengalami gangguan psikosis untuk selalu dijadikan pusat perha

Intisari Buku Batin Sunya oleh Ajahn Buddadāsa

Buku berjudul Batin Sunya ini adalah seri nomor dua dari empat seri dalam paket buku Seri Dasar-dasar Buddhis yang Kerap Disalahpahami , diterbitkan oleh Penerbit Dian Dharna pada 2024. Adapun seri pertama, tentang Iddapaccayatā , menurut penangkapan pemahaman saya membahas semacam perenungan kosmologi Buddhis. Harus dicatat, tujuan puncak Buddhisme mengenai kosmologi bukan kemudian disusul bagaimana ini semua bisa ada? Atau siapa yang membuat? Tidak. Melainkan menyadari apa yang selama ini dianggap si-aku di antara semua keberadaan. Bukan berkutat dan berhenti pada perenungan spekulatif. Lebih dari itu, melampauinya.  Inti Sari Buku tipis berdimensi 12,5 x 18,5 cm dan ketebalan xiii + 87 halaman ini adalah transkrip ceramah Dhamma Ajahn Buddhadasa (1906-1993), seorang biksu dan guru Theravadin berpengaruh asal Thailand. Berikut inti sari buku dalam poin-poin. Sunya (Pali) atau suññata (baca: sunyata) dalam Sansekerta secara terminologi, sebagaimana dalam buku ini, artinya "beba

Zen & Kematian

Seorang pengembara yang bernama Vaccha bertanya kepada seorang master , mengenai apa yang akan terjadi kepada dirinya setelah kematian. Sang Master menjawab, "Vaccha, ide dalam dirimu yang mempertanyakan apa yang akan kau alami setelah kematian akan membawa pikiranmu ke padang pasir yang gersang, Hutan belantara yang berduri dan kemarau panjang tiada berkesudahan. Pikiran itu menciptakan ketakutan, kemarahan, delusi, dan argumentasi. Apa yang kau harapkan dengan pemikiran seperti itu? Pertanyaanmu itu tidak akan menciptakan kedamaian dan kecerahan." Vaccha, "Lantas, apakah anda memiliki pemikiran sendiri mengenai kematian?" Sang master itu diam sejenak. Kemudian menjawab pertanyaan pengembara itu dengan senyum. "Vaccha, Saya tidak mau terlibat dengan semua iman dan kepercayaan, tapi saya akan mengatakan apa yang saya sudah mengerti. Semua hal dalam kehidupan ini adalah hasil dari persepsi pikiran , sebagaimana semua hal datang dan pergi, menjadi ada dan kemudia

Resensi "Buddha & Dhamma-nya" Karya Bikkhu Boddhi

Buddhisme adalah sangat luas. Meliputi tradisi pengajaran, khasanah intelektual, hingga klenik (mistisisme), dan pengaruh-pengaruhnya terhadap aspek kultural di ruang budaya berbeda. Di antara ragam rupa yang mewarnai Buddhisme yang sedemikian ini, semua memiliki kesamaan pokok dan fundamental, yaitu Empat Kebenaran Mulia Beruas Delapan. Dan inilah ajaran paling fundamental dari ajaran Guru Siddharta Gautama. Sekilas tentang Bikkhu Boddhi Lahir di Broklyn, NY, pada 10 November 1944 dari orang tua Yahudi-Amerika. Dengan nama lahir Jeffrey Blocks, Banthe Boddhi adalah guru Theravadin. Ditahbiskan di Sri Lanka pada 1967 semasa masih manempuh pasca-sarjana. Mengutip dari Wikipedia, ia memperoleh gelar B.A. dalam bidang filsafat dari Brooklyn College pada 1966 dan meraih gelar PhD di bidang yang sama pada 1972 dari Claremont Graduate University. Ia adalah tokoh Buddhis yang memberi pidato utama pada perayaan resmi Waisak pertama PBB pada 2000. Ia juga pendiri organisasi Buddhist Global Reli