Ada banyak yang tak disadari seseorang yang percaya pada kepercayaan agama. Dalam mempraktikkan agamanya, banyak orang menemukan kenyamanan dan pelipur dari kenyataan hidup yang tak pasti. Ada alasan lain mengapa mereka tertarik pada keyakinan yang mereka praktikkan. Bagi kebanyakannya, kepercayaan adalah bagian dari pola asuh yang didapat seseorang di masa kecil dan mereka ketika dewasa melanjutkan tradisi yang diwarisi dari keluarganya itu. Kepercayaan memainkan peran penting pula dalam budaya karena berbagai alasan.
Diindoktrinasi ke dalam Agama Tertentu
Kuatnya dan terus menerusnya seseorang diindoktrinasi ke dalam agama tertentu menunjukkan bahwa orang mempercayai agamanya karena itulah yang terjadi pada mereka umumnya. Terutama oleh lingkungan keluarganya. Ini pula alasan mengapa anak dari keluarga beragama A mayoritasnya akan tetap pada agama A dewasanya, begitu juga yang beragama B. Diperkuat pula oleh lingkungan sekitar dari yang agak dekat hingga lingkungan umum di mana ia bersosialisasi dan tumbuh kembang. Orang sudah diiperkenalkan pada dogma-dogma agama bahkan sebelum keterampilan berpikir kritis dikuasainya, dan akhirnya menjadi pola bagaimana agama dipromosikan antargenerasi, tanpa disadari oleh kebanyakan orang. Indoktrinasi biasanya diikuti oleh menanam rasa takut atau ancaman-ancaman, dan tulah.Penanaman Fanatisme dan Kebencian
Melalui orang-orang dewasa di sekitar, anda terus-terusan diberi tahu bahwa orang yang tidak percaya pada tuhan versi anda atau yang menjalani hidup tidak sesuai agama anda adalah sesat dan hina, selalu memusuhi anda dan berkeinginan menarik anda ke kelompok mereka, tidak bermoral, dan anda merupakan ancaman bagi kepercayaan mereka. Terkhusus keberadaan ateis bisa merusak tatanan sosial.
Dengan indoktrinasi ini, anda tidak akan pernah terbersit mempertanyakan apa yang disampaikan ke anda. Siapa yang ingin dianggap hina atau dianggap sesat oleh kelompok masyarakat lainnya dalam lingkaran anda? Hal yang banyak dihadapi siapa saja yang muncul rasa ingin menanyakan apa yang disampaikan kepadanya, juga para ateis. Sulit untuk tidak melihat bahwa indoktrinasi terus menerus ujungnya untuk tidak jatuh ke dalam kefanatikan dan watak memusuhi, meski tidak diekspresikan baik secara ucapan dan tindakan dari perasaan itu. Fanatisme tidak bisa dipisahkan dari indoktrinasi dan hal ini hanya bisa tumbuh kuat dalam diri seseorang bila ada kelompok untuk dijadikan sasaran dibenci dan dimusuhi.
Tekanan Keluarga dan Lingkungan
Agama, kebanyakannya berharga bagi suatu keluarga dan, lebih umum, kelompok masyarakat. Agama menciptakan tekanan sangat besar ke seseorang untuk melakukan konformitas diri dengan apa-apa yang diharapkan oleh agama yang dipraktikkan dalam keluarga dan masyarakat. Orang yang keluar ikatan sebagaimama diharapkan tidak hanya memilih cara hidup yang berbeda, tetapi dapat dianggap menolak salah satu ikatan terpenting yang berguna menjaga penanda kebersamaan baik oleh lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat. Sekalipun hal tersebut jarang disadari banyak masyarakat, individu-individu dalam masyarakat belajar bahwa gagasan, ideologi, dan praktik tertentu harus diperlakukan sebagai hal yang penting untuk terciptanya ikatan komunal kemasyarakatan dan karenanya tidak boleh dipertanyakan. Peran tekanan lingkungan masyarakat dan tekanan keluarga dalam menjaga setidaknya untuk tingkat religiusitas tertentu kepada orang tidak dapat disangkal.Takut Menjadi Pribadi Bebas karena Konsekuensinya Tanggung Jawab
Salah satu aspek yang paling meresahkan dari banyak orang beragama adalah bagaimana cara berpikirnya. Narasi keagamaan memungkinkan orang mengelak dari tanggung jawab terhadap apa yang terjadi secara sosial yang sebenarnya hanya butuh respon praktis. Misalnya mereka lepas tangan dari tanggung jawab untuk memastikan ditegakkannya keadilan karena anggapan bahwa semua yang terjadi sebagai ketetapan Tuhan dan berdalih bahwa Tuhan akan mengadilinya di "kehidupan setelah kehidupan". Tidak peka dalam mengatasi kemiskinan kolektif dan sistemik, serta berpikir cara mengubahnya. Ketidakpekaan atas tanggung jawab untuk menemukan solusi lingkungan karena Tuhan telah menakdirkan bahwa kerusakan adalah takdir Tuhan. Mereka tidak perlu bertanggung jawab untuk mengembangkan aturan moral yang responsif atas kondisi-kondisi kekinian karena Tuhan telah menakdirkannya. Mereka tidak perlu bertanggung jawab untuk mengembangkan argumentasi yang sehat untuk posisi berdiri mereka karena Tuhan telah melakukannya. Orang-orang juga menyangkal kebebasannya baik dalam berpikir dan bertindak, karena kebebasan berarti tanggung jawab dan tanggung jawab berarti jika gagal tidak ada yang akan menyelamatkan kita.
Angan akan Sesuatu
Kehidupan adalah limitatif, kematian adalah akhir. Kematian adalah apa yang ditakutkan banyak orang. Limitasi hidup diri ini melahirkan angan agar kematian fisik bukanlah akhir dari kehidupan. Bisa jadi angan-angan ini bukan satu-satunya contoh alasan di balik berkeyakinan pada agama. Ada begitu banyak cara dilakukan oleh orang-orang untuk meyakinkan bahwa angan mereka solid terkait apa yang mereka ingini daripada bergegas menyodorkan bukti mendukungnya dan dapat dinalar logis yang runtut dan baik.
Kompensasi Psikologis
Sering tidak mengenakkan daripada mengenakkan. Itulah gambaran pengalaman kehidupan bagi hampir semua orang. Secara mental, semua orang hidup mengalami ketidaknyamanan hidup. Ditambah lagi tekanan-tekanan berbagai kebutuhan hidup dan keinginan, yang artinya membutuhkan sumberdaya material pemuas sebanding, yang bagi kebanyakan orang di luar kapasitas sumberdaya pemuas dimiliki. Ini belum mengingat bahwa manusia memiliki daftar angan keinginan yang selalu diperbarui dan bertambah.
Tidak dipungkiri jika semakin besar keterhimpitan dari sumberdaya pemuas, semakin besar pula tegangan pada mental. Angan akan ada yang menolong dari keterhimpitan akan kebutuhan hidup dan angan semua keinginan terpenuhi, sosok pengabul segala hasrat menjadi tempat menderivasikan segala problem, penambal psikis yang berlubang karena keterbatasan diri memenuhi kebutuhan materiil dan, terlebih, angan keinginan yang bila tak terpuaskan menciptakan gangguan mental atau psikis. Ada pengabul semua kebutuhan dan angan keinginan menyediakan sarana pelarian mental dan kompensasi psikologis.
Kapital Sosial untuk Dikonversi ke Kapital Riil
Tidak Menguasai Skil Berlogika Mendasar
Tidak banyak orang belajar secara seksama tentang logika, penalaran, dan bagaimana membangun argumen yang sehat seperti yang seharusnya. Meski begitu, kualitas argumen—untuk dijadikan pembenaran atas keyakinannya—yang biasa diajukan oleh orang yang meyakini hal tertentu adalah luar biasa, karena betapa tak bisa dinalar argumennya tersebut oleh pikiran. Mengingat betapa pentingnya orang pemercaya untuk mengklaim tuhan versi mereka ada dan agama mereka adalah yang benar, anda mungkin terpikir bahwa mereka akan menginvestasikan banyak upaya dan waktu untuk membangun argumen terbaik dan mencari bukti terbaik. Sebaliknya, mereka menginvestasikan banyak upaya dan waktu untuk membangun alasan berputar-putar dan menemukan sesuatu yang terdengar seolah-olah masuk akal.