Buku berjudul Batin Sunya ini adalah seri nomor dua dari empat seri dalam paket buku Seri Dasar-dasar Buddhis yang Kerap Disalahpahami, diterbitkan oleh Penerbit Dian Dharna pada 2024. Adapun seri pertama, tentang Iddapaccayatā, menurut penangkapan pemahaman saya membahas semacam perenungan kosmologi Buddhis.
Inti Sari
Berikut inti sari buku dalam poin-poin.
- Sunya (Pali) atau suññata (baca: sunyata) dalam Sansekerta secara terminologi, sebagaimana dalam buku ini, artinya "bebas". Umumnya dipadankan "kosong" atau "suwung" (Jawa).
- Mengembangkan praktik batin yang sunya sendiri bermanfaat bagi munculnya relaksasi psikologis atau mental.
- Realisasi batin sunya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 cara: sunya dengan cara samādhi, sunya dengan cara vipassanā, dan kasunyaan secara alami. Terfundamental dari semua klasifikasi sunya ini adalah sunya dari aku/diri.
- Sunya bertalian dengan Ciri Universal Keberadaan (tilakkhaņa) yaitu impermanensi / ketidakkekalan / terus berubah (anicca), penderitaan / tidak memuaskan / menngganggu (dukkha), dan tiada-diri / tiada-aku (anatta).
- Mengembangkan batin sunya dengan kata lain adalah melatih dan mempraktikkan batin yang piawai membebaskan dari, atau tidak melekat pada, dan mencengkeram pada kondisi-kondisi yang terikat hukum tilakkhana.
- Karakterisasi batin sunya adalah, secara bahasa dapat diungkapkan sebagai, bening, jernih, tanpa warna, hening, sejuk, diam, atau suci.
- Sunya adalah pengalaman batin yang pulang pada asalinya batin.
- Sunya secara teknis kebahasaan beresonansi dengan "kevali", istilah Pali yang bersinonim dengan arahat (manusia sejati).
- Manusia sejati piawai menetralkan batinnya dari kotoran-kotoran batin yang dipicu oleh masuknya stimulus-stimulus eksternal melalui pintu-pintu pencerapan (indra) yang melakukan kontak. Suatu kontak yang seringnya memunculkan arus atau gelombang atau riak pada batin, menjadikannya bergerak dari asali dan kesejatiannya, yang seringnya kita hanyut oleh arus-arus yang muncul dan tak urung kebanyakannya merugikan diri.
- Mengembangkan praktik batin sunya bermanfaat pula bagi siapa saja yang tidak bisa dipungkiri akan menghadapi masa-masa kritis batas akhir kondisi temporal fisik (proses kematian sebagaimana umumnya didahului penurunan fisik dan penuaan). Batin yang piawai merealisasi kasunyaan membantu psikis kita untuk tidak larut menderita ketika fisik aus dan mengalami fase degradasi (sakit), karena telah berlatih mengembangkan batin menyadari "demikianlah semua kondisi terikat hukum tilakkhana," sejak jauh-jauh hari.
Penutup
Sekalipun istilah "Sunya" dalam Pali atau Sunyata dalam Sansekerta, diistilahkan "Suwung" dalam Jawa dan dipadankan Kosong dalam Indonesia lebih populer dalam tradisi pengajaran Mahayana, sependek saya tahu, beresonansi apa yang disampaikan oleh guru-guru Theravadin tentang kemunculan bersebab (paticcasamuppada) bahwa "ini menjadi ada karena itu ada." Sekalipun secara kasar (kebahasaan) yang digunakan berbeda, muara kedua istilah adalah sama.
Memahami, sebut saja demikian, sunya sebagai sebuah konsep (pembabaran ontologis), kita harus berhati-hati. Sebab, pada hakikatnya semua istilah atau bahasa dalam dirinya mengandung dualitas. Padahal yang dikehendaki dari sunya adalah bukan demikian.