Langsung ke konten utama

Mengapa Banyak Orang Amerika Menganggap Buddhisme Sekedar Filsafat?

Di Asia timur, Buddhis merayakan mangkatnya Buddha dan datangnya pencerahan di akhir bulan Februari. Akan tetapi di kuil Zen lokal saya di North Carolina, pencerahan Buddha diperingati selama musim liburan bulan Desember, diisi dengan ceramah singkat bagi anak-anak, penyalaan lilin, dan makan malam ala kadarnya di akhir acara.

Selamat datang di Buddhisme, gaya Amerika.

Pengaruh Awal

Pengaruh Buddhisme dalam kesadaran budaya masyarakat Amerika muncul di akhir-akhir abad ke-19. Zaman ketika gagasan romantis tentang mistisisme Timur nan eksotis memantik imajinasi filsuf dan penyair Amerika, penikmat seni, dan angkatan awal para penstudi religi-religi global.

Penyair dengan kecenderungan gaya transendentalis seperti Henry David Thoreau dan Ralph Waldo Emerson mempelajari filsafat Hindu dan Buddha secara mendalam. Juga ada Henry Steel Olcott, yang rela pergi ke Sri Lanka pada 1880, yang melakukan konversi ke Buddhisme dan mendirikan aliran filosofi mistik yang terkenal dengan sebutan Teosofi.

Sementara itu, para penikmat seni Buddhisme memperkenalkan ke khalayak Amerika akan keindahan tradisi Buddhis. Sejarawan seni dan profesor filsafat Ernest Fenellosa, serta asisten pendampingnya William Sturgis Bigelow, berasal dari Boston, termasuk jajaran angkatan awal orang Amerika yang pergi ke Jepang, melakukan konversi ke Buddhisme, dan tekun mengoleksi segala ragam seni yang mencirikan Buddhisme. Ketika mereka kembali ke rumahnya, koleksi mereka menjadi koleksi pokok dan paling awal di koridor Seni Asia di Museum of Fine Arts, Boston.

Di saat yang sama, angkatan awal penstudi religi-relgji global, seperti Paul Carus, menjadikan ajaran Buddhisme mudah diakses masyarakat Amerika. Jarak setahun setelah menghadiri Parlemen Agama Sedunia di Chicago pada 1893, Ia menerbitkan The Gospel of Buddha, buku berisi kisah-kisah yang mengandung pesan tersirat ajaran Buddhisme, menjadi paling populer kala itu. Parlemen Agama Sedunia sendiri baru pertama kalinya diselenggarakan dalam sejarah modern, berkumpulnya delegasi-delegasi dari pelbagai reliji besar dunia untuk saling mempelajari tradisi-tradisi spiritual satu sama lain.

Termasuk delegasi Buddhis di Chicago itu adalah guru Zen, Shaku Sōen, dari Jepang dan seorang reformis Buddhis dari Sri Lanka, Anagārika Dharmapāla, di mana dirinya juga sedang menempuh studi ilmu pengetahuan Barat dan filsafat dengan maksud untuk memodernisasi tradisi di tempat tinggalnya. Hal-hal tadi memengaruhi Buddhis dalam merepresentasikan diri ke masyarakat modern Barat sebagai tradisi "non-teistik" dan "rasional" yang mana tidak untuk memperdebatkan Tuhan, kepercayaan-kepercayaan irasional, ataupun ritual-ritual yang tidak berguna dibicarakan.

Keberlanjutan dan Perubahan

Faktanya, Buddhisme tradisional adalah deitis, ada doktrin, dan ada ritual. Juga teks-teks yang dianggap sakral, norma-norma, berkembangnya sekte, dan hal lainnya yang secara tipikal mengasosiasikannya sama dengan agama terorganisir mana pun. Tetapi di Parlemen Dunia 1893, para guru Buddhis dengan senang hati menyajikan tradisi meditasi ke masyarakat modern Amerika sejauh sebagai filosofi laku hidup praktis, bukan sebagai religi. Persepsi akan Buddhisme ini bertahan di Amerika hingga sekarang.

Secara tak sengaja, Buddhis telah keliru memberi gambaran tradisinya atau mereka hanya menyampaikan ke orang Amerika apa yang ingin mereka dengar. Mereka begitu tulus mengupayakan tradisinya yang berusia 2500 tahun itu tetap relevan dengan era di akhir abad ke-19.

Ujungnya, mereka hanya mentransplantasikan sebagian ajaran Buddhisme, yaitu beberapa dahan dari pohon Buddhisme yang tentunya aslinya lebih dari sekedar dahan, ke dalam tanah Amerika. Hanya potongan kecil dari keseluruhan filsafatnya, seninya, dan meditasi Buddhis yang masuk ke Amerika. Sementara itu, banyak unsur Buddhisme tradisional lainnya tetap tertinggal di Asia.

Buddhisme di Amerika

Setelah tertanam di Amerika, masyarakatnya begitu terpesona dengan daya tarik mistikal meditasi Buddhis.

Guru pemula Zen Daisetsu Teitaro Suzuki, yang juga murid Guru Zen Jepang Shaku Sōen, sekaligus penerjemahnya di acara Parlemen Dunia, juga telah memberi pengaruh ke banyak seniman dan kaum intelektual terkemuka di periode pascaperang. Berkat tulisannya yang tersohor dan gelombang subsequen datangnya guru-guru Buddhis dari Asia dan juga dari Amerika itu sendiri, Buddhisme telah memberi pengaruh hampir di setiap aspek tradisi Amerika.

Lahirnya inisiatif keadilan atas lingkungan dan sosial kemasyarakatan juga telah merangkul sebuah gerakan yang jamak dikenal Engaged Buddhism, sejak Martin Luther King Jr. menominasikan pendirinya, biksu asli Vietnam dan aktivis antiperang Thich Nhat Hanh, untuk Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1967. Gerakan Buddhist Order of Interbeing-nya selalu menawarkan hal menyegarkan, yaitu solusi non kekerasan bagi masalah-masalah moral yang paling mendesak di dunia.

Sistem pendidikan Amerika juga telah diperkaya oleh munculnya universitas pertama kali yang berafiliasi dengan Buddhisme di Naropa di Colorado, yang membuka jalan bagi lahirnya institusi perguruan tinggi Buddhis lainnya, seperti Universitas Soka dan Universitas West California, serta Maitripa College di Oregon.
Ilustrasi meditasi.
Lembaga-lembaga kesehatan juga telah mengintegrasikan penanganan tekanan kejiwaan berbasis terapi olah kesadaran dalam terapi-terapi arus utama, juga marak diselenggarakan pelatihan manajemen marah bagi penghuni Lapas berdasar teknik kontemplatif Buddhis, seperti meditasi Vipassana.

Hal yang sama berlaku juga di ranah industri hiburan yang memasukkan tema-tema Buddhisme ke dalam film laris Hollywood, seperti The Matrix. Bahkan atletik profesional juga telah menggunakan strategi pelatihan Zen dan mendorong pemahaman masyarakat Amerika tentang Buddhisme bukan sebagai "relijion", melainkan sebagai filsafat hidup yang sekuler dan pengaplikasiannya begitu meluas.

Daya Tarik nan Eksotis

Bagaimanapun Buddhisme-sekuler Amerika telah memunculkan beberapa akibat yang tidak diingini. Tulisan Suzuki begitu memberi pengaruh ke dalam diri Jack Kerouac, penulis Beat Generation[1] yang populer dengan karyanya On the Road dan The Dharma Bums. Walau begitu, Suzuki menganggap Kerouac sebagai "penipu mengerikan" karena dia hanya mencari ketersadaran Buddhisme tanpa mempraktikkan disiplinnya.

D.T. Suzuki.
Penyair Beat lainnya, kaum hippies, hingga gerakan "New Age DIY self-helpers"[2] secara paradoks juga salah paham, mengira Buddhisme semacam narsisme untuk memanjakan diri, terlepas ajaran Buddhisme tentang melebur ego dan rasa welas asih. Lainnya lagi, secara komersial mengeksploitasi daya tarik eksotis Buddhisme dengan menjual segala hal mulai dari "teh Zen" hingga "Bir Lucky Buddha", begitu ironis dengan mengingat larangan dalam Buddhisme tradisional terhadap alkohol dan minuman memabukkan lainnya.

Akibatnya, kepopuleran konstruksi non-relijius Buddhisme telah berkontribusi pada maraknya fenomena “spiritualis tapi tidak relijius” kontemporer, juga sekularisasi dan komodifikasi meditasi kesehatan mental (mindfulness[3]) di Amerika.

Mungkin, kita memang hanya ingin mentransplantasi sebagian kecil dari pohon bodhi Buddhisme yang lebih besar itu ke tanah Amerika, akan tetapi pemotongan dahan itu telah beradaptasi dan mengakar pada zaman kita yang sekuler, saintifik, dan begitu menjual secara komersial. Baik atau buruk, itulah Buddhisme, gaya Amerika.[]






--------
Naskah asli: Pamela Winfield, "Why so many Americans think Buddhism is just a philosophy", The Conversation 22 Juni 2018.

--------
Catatan kaki ditambahkan:
[1] Beat Generation, juga dikenal dengan sebutan Beat Movement, adalah gerakan sastra yang diinisiasi oleh sekelompok penulis yang karyanya memengaruhi dan menelanjangi sistem budaya dan politik Amerika di era pasca-perang. Sebagian besar karya mereka dipublikasikan dan populer di sepanjang 1950-an. Dicirikan oleh penolakan dan ejekan naratif nilai-nilai umum saat itu, gairah pencarian spiritual, eksplorasi reliji-reliji Amerika dan Timur, penolakan terhadap materialisme ekonomi, menggambarkan ketelanjangan kondisi manusia secara ekspliait, eksperimen dengan obat-obatan psikodelik, dan kebebasan seksual dan eksplorasinya.

[2] DIY adalah akronim dari "do it yourself". New Age movement atau Gerakan Zaman Baru adalah suatu gerakan spiritual yang muncul di pertengahan abad ke-20. Inti gerakannya adalah gabungan dari spiritualitas Timur dan Barat, serta tradisi-tradisi metafisis dalam filsafat yang menempatkan manusia sebagai pusat. Tujuannya, menciptakan spiritualitas yang tanpa batasan atau dogma-dogma yang mengikat.

[3] Salah satu jenis meditasi guna melatih seseorang fokus terhadap keadaan lingkungan sekitar dan jeli mengamati emosi-emosi yang sedang terjadi pada dirinya serta menerimanya secara terbuka. Manfaat meditasi mindfulness tidak hanya sebatas kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku Harmoni Dengan Segala Kehidupan Karya Eckhart Tolle

Buku ini diperhatikan bab-babnya berisi beberapa topik yang di awal-awal menyampaikan perihal kesaatkinian dan korelasinya adalah pelampuan gagasan yang mana meliputi gagasan waktu dan gagasan keterpisahan perihal ilusi eksistensi atau aku terpisah mutlak dari keberadaan lainnya ( atta ), kemudian topik diakhiri perihal "harmoni dengan segala kehidupan", yang dalam bahasa sederhana saya adalah: yang biasa dikira aku sejatinya adalah elemen tiada terpisah dari alam semesta. Anda adalah alam semesta itu sendiri.  Secara sistematis, bab-bab secara serial mengarahkan pembaca kepada kesadaran—apa yang diistilahkan Tolle sebagai—"ruang internal". Sebab di sanalah sumber keberhidupan dan arah tepat pencarian kebahagiaan, ketenangan batiniah. Itu muncul ketika konsepsi aku padam—tidak membersit pada pikiran Anda. Dengan kata lain, Anda menjalani, melakukan, menghadapi yang saat-kini Anda di situ dengan mode pikiran intuitif. Gaya Kebahasaan Gaya pengungkapan keb...

Orang Ewe dan Agama Kepercayaan Tradisionalnya

Orang Ewe bisa dijumpai di  Ghana, Togo, dan Benin. Semuanya adalah negara-negara di bagian barat benua Afrika. Populasi terbesar mendiami Ghana. Tradisi dan kepercayaanya banyak dipengaruhi kebudayaan orang Akan dan Yoruba. Bahasa ibu orang Ewe termasuk rumpun Gbe. Orang Ewe terbagi menjadi klan-klan, tetapi menurut cerita lisan dikatakan berakar pada garis leluhur yang sama. Sistem kepemilikan properti adalah komunal, tidak menganut kepemilikan properti secara individu. Asesedwa , kesenian kayu menyerupai bangku, sangat esensial dalam tradisi Ewe. Karenanya, hal itu dibuat dan diukir sangat hati-hati. Dalam ukiran benda tersebut kaya narasi mengenai klan bersangkutan. Dalam ritual, Asesedwa merupakan media yang berfungsi sebagai tempat memanggi roh leluhur. Asesedwa. Menurut cerita turun temurun, asal-usul mereka berasal dari Kotu/Ketu atau Amedzowe, terletak di sebelah timur Sungai Niger. Kira-kira pada 1500, leluhur mereka bermigrasi ke Notsie, Togo. Pada mulamya, migrasi merek...

Dua Kelahiran (Sebuah Esai Kontemplatif)

Kita kerap disuguhkan bahwa lahir, menua, kemerosotan fisik atau sakit/penyakitan, dan kemudian kematian adalah Penderitaan ( dukkha ). Bahasa sehari-harinya, kita sering kali tidak rela ketiga peristiwa akibat dari dilahirkan tadi menimpa kita dan orang-orang terdekat. Keempat fenomena alam tadi masuk klasifikasi penderitaan disebakan jasmani.  Ada klasifikasi penderitaan lainnya: bersama yang tak disenangi/dicintai, berpisah ataupun kehilangan yang disenangi/dicintai, dan terakhirnya adalah tidak memeroleh apa yang dihasratingini/dinafsui. Saya istilahkan penderitaan disebabkan oleh kemampuan mengada yang darinya muncul kemampuan mengingini (mengidealkan dunia kita alami). Mohon diingat. Ini adalah tulisan bersifat kontemplatif dan ini rasa-rasanya tak ada dalam pengajaran naratif Buddhisme arus utama. Sekedar hasil perenungan dan proses memperjelas istilah yang bagi penulis cukup membingungkan mulanya   Mengapa Kita kerap Alami Suasana Batin Tak Nyaman Kita secara emos...

5 Falsafah Hidup Jawa Ini Membantumu Menemukan Esensi Hidup

Jawa sebagai sekelompok manusia yang dahulu pernah memiliki peradaban maju dan tinggi di berbagai bidang mulai pertanian dan kemaritiman, seni budaya meliputi seni pahat dan tari, arsitektur dan bangunan, hingga tata pemerintahan, bangsa Jawa seperti halnya lingkaran-lingkaran kelompok kebudayaan lain juga memiliki pandangan kosmologis dalam hal relasi eksistensi diri dengan alam atau jagad. Alih-alih bercorak kontemplasi spekulatif, pandangan falsafah hidup leluhur Jawa adalah realisme kontemplatif. Corak penghayatan falsafah Jawa ini lebih menekankan pada aspek spiritual eksplorasi internal daripada pengikatan diri pada sistem kepercayaan eksternal ( religion ) yang karakternya alih-alih dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan spiritual dan budi, tetapi ketertundukan buta yang sama sekali tak menyadarkan dan tak mendidik. Dari kesadaran relasi tadi, tindak-tanduk orang Jawa dicirikan simbolisme, misalnya sesajen dan upacara-upacara dalam mengekspresikan hubungan eksistensi denga...

Refleksi Novel Buddha Sebuah Novel-nya Deepak Chopra

Ini adalah novel berjudul sama kedua aku beli, untuk koleksi. Kadang, saya membacai ulang bagian yang menyimpan pesan ajaran, yang perlu kita bacai seksama dan mengontemplasikannya. Salah satu novel yang berkontribusi kepada diriku tentang, setidaknya secara pemahaman, apa yang dikehendaki dari tiada aku ( anatta ), atau aku ( atta ) yang sekedar ilusi alias tidak hakiki atau bukan sejatinya aku. Si  aku  hanya konsepsi bentukan mental. Dok. Pribadi. Anatta adalah satu dari tiga Ciri Universal Keberadaan ( Tilakkhana ). Dua lainnya adalah impermanesi atau dalam pemahamanku bahwa semua hal mengalami perubahan tanpa ujung (anicca) dan berikutnya adalah penderitaan atau tidak memuaskan (dukkha) yang dalam pemahaman sederhanaku adalah semua susunan yang memiliki atribut mental mengalami ketidakpuasan dan penderitaan (dukkha). Pengalamanku, menyadari anatta adalah poin krusial dalam ajaran Sang Buddha. Secara alamiah untuk terjadinya transformasi psikis yang setelahnya kelegaan yan...

𝙀𝙡𝙞𝙣𝙜 𝙡𝙖𝙣 𝙒𝙖𝙨𝙥𝙖𝙙𝙝𝙖, 𝗔𝗽𝗮 𝙨𝙞𝙝 𝗠𝗮𝗸𝘀𝘂𝗱𝗻𝘆𝗮?

Leluhur mewariskan kita ajian tentang bagaimana menjalani hidup yang damai dalam diri, dituangkan dalam 𝘴𝘢𝘯é𝘱𝘢. Dengan itu kita diminta membuka kitab kita sendiri. Kitab itu adalah batin kita masing-masing untuk 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘢𝘰𝘯𝘪 dan 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘵𝘢𝘯𝘪. Orang Sunda dan orang Kenekes (Badui di Lebak, Banten) menyebut "ngaji diri". 𝘌𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘴𝘱𝘢𝘥𝘩𝘢 (baca: 𝘸𝘢𝘴𝘱𝘰𝘥𝘩𝘰) adalah ajaran bagaimana mergondisikan batin tiada gangguan agar kembali tenang, tiadanya semacam lubang dalam ruhani atau psikis atau batin, batin puas dengan yang ada, batin bening dan suci sebagaimana sifat asalinya, atau psikis bagaimana mengalami rasa syukur yang sebenar-benarnya syukur (bukan syukur 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘮𝘣é) apapun sedang dijumpai. 𝙒𝙖𝙨𝙥𝙖𝙙𝙝𝙖 "Waspadha" (baca: waspodho) atau 𝘯𝘺𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢'𝘯é adalah hadirnya pikiran pada saat-kini, pada momen yang berlangsung. Kita sering makan tetapi kita tak sepenuhnya benar-benar makan, tidak a𝘸𝘢𝘳𝘦 denga...

How To Die, Nasihat Seneca tentang Kematian

Tentang kematian. Buku ini berisi petuah-petuah Seneca ke kawan dan orang-orang dekat yang butuh nasihat penghiburan. Yah, topik yang tabu bagi kebanyakan awam tetapi mendapat posisi penting dalam banyak perenungan para filsuf. Terdiri lima bab, enam bersama epilog, buku How To Die (Sebuah Panduan Klasik Menjelang Ajal) yang entah editornya siapa ini adalah potongan-potongan petuah dalam surat-surat Seneca ke kawan dan kenalan, yang disusun sistematis sedemikian rupa. Ada beberapa hal penting bisa kita tarik sebagai kesimpulan penting dari buku dengan total halaman ix + 157 ini. Pertama . Seneca memberi nasihat kepada kita akan pentingnya merenungkan kematian agar kita siap kapan saja ia datang. Keterlemparan ke dunia ini dipungkasi kematian, kita harus bersiap diri secara mental dengan harapan kita mampu melewati fase itu dengan tidak banyak gangguan. ... bayi, anak kecil, atau orang-orang yang pikirannya terganggu tidak ada yang takut pada kematian; sangat menyedihkan apabila nalar ...

Ngulik Buku "Dengarkanlah Pandangan Hidup Timur, Zen, dan Jalan Pembebasan"

Buku ini, sebagaimana pengakuan penulis, berangkat dari pengalaman pribadi yang pernah dilanda tekanan hidup berat, depresi, di masa-masa menempuh program doktoral di Jerman bersamaan dengan krisis yang terjadi dalam rumah tangga dan keluarganya. Pada akhirnya semua itu mengantarkan pribadinya mengenal, mendalami, dan mempraktikkan  Zen  (Meditasi).  Depresi dapat dirumuskan kesedihan yang berkelanjutan. Kesedihan adalah penderitaan. Penderitaan muncul karena ketidaksesuaian kenyataan dengan yang dipikirkan. Semua bermula pada pikiran. Buku ini sebenarnya sepaket dengan buku Mencari Ke Dalam: Zen dan Hidup yang Meditatif , ditulis Reza A. A Wattimena. Diterbitkan oleh penerbit Karaniya (2018). Dimensi 14 cm x 21 cm, dan jumlah halamannya adalah 220 (xviii+202 hlm). Buku terdiri dari 8 bab, selain bab-bab lain seperti halnya buku-buku yang kita acap jumpai dan prolog. Jika kita bacai seksama, maka secara imajiner dapat dikelompokkan menjadi 2 topik pembahasan kemudian: (i)...

Kesejajaran Stoikisme & Buddhisme

Terlepas ada banyak ajaran menawarkan cara berbahagia, terlepas seberapa kokoh dan efektif untuk seseorang atau tidak, terlepas tawaran metode itu memperkenalkan seseorang akan apa sejatinya dirinya atau tidak, spiritualisme adalah sarana kultivasi batin atau kesadaran, seni berbahagia dalam kehidupan. Tulisan ini menghadirkan beberapa kesamaan ajaran Stoikisme dan Buddhisme. 1/ Titik Berangkat Lahir dari rahim kebudayaan berbeda dan berjauhan, meski pada zaman itu telah ada hubungan kebudayaan dan politik. Buddhisme berdiri di wilayah yang saat ini masuk Nepal dan India utara pada sekitar 500 SM dan Stoikisme dimulai di Athena, Yunani, sekitar 300 SM.  Stoikisme dinisbatkan ke Zeno sebagai pendiri. Setelah selamat dari peristiwa kapal yang ditumpangi dan berisi barang dagangannya berupa pewarna ungu, bahan pewarna paling mahal dan langka di zamannya, ia terdampar di Athena. Suatu hari ia menyambangi toko buku dan tertarik  Memorabilia  Xenophon. Terkesan dengan isi ...