Leluhur mewariskan kita ajian tentang bagaimana menjalani hidup yang damai dalam diri, dituangkan dalam 𝘴𝘢𝘯é𝘱𝘢. Dengan itu kita diminta membuka kitab kita sendiri. Kitab itu adalah batin kita masing-masing untuk 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘢𝘰𝘯𝘪 dan 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘵𝘢𝘯𝘪. Orang Sunda dan orang Kenekes (Badui di Lebak, Banten) menyebut "ngaji diri".
𝘌𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘴𝘱𝘢𝘥𝘩𝘢 (baca: 𝘸𝘢𝘴𝘱𝘰𝘥𝘩𝘰) adalah ajaran bagaimana mergondisikan batin tiada gangguan agar kembali tenang, tiadanya semacam lubang dalam ruhani atau psikis atau batin, batin puas dengan yang ada, batin bening dan suci sebagaimana sifat asalinya, atau psikis bagaimana mengalami rasa syukur yang sebenar-benarnya syukur (bukan syukur 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘮𝘣é) apapun sedang dijumpai.
𝙒𝙖𝙨𝙥𝙖𝙙𝙝𝙖
"Waspadha" (baca: waspodho) atau 𝘯𝘺𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢'𝘯é adalah hadirnya pikiran pada saat-kini, pada momen yang berlangsung. Kita sering makan tetapi kita tak sepenuhnya benar-benar makan, tidak a𝘸𝘢𝘳𝘦 dengan apa yang di tangan dan masuk ke mulut dan mengunyahnya. Pikiran kita tercerabut dan tersesat entah ke mana. Orang Jawa menyebut pikiran 𝘯𝘨𝘢𝘭𝘶𝘸𝘢𝘳𝘢.
Nasihat simbah kaji dulu melihat saya makan di siang hari ke sana kemari, antara tv dan meja makan, ketika saya masih SMP, bahkan setiap suapan yang masuk tak saya sadari, dengan suaranya yang kalem: "Gung, 𝘺é𝘯 𝘮𝘢𝘦𝘮 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘫𝘦𝘯𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘦𝘮."
Nypada'né atau pikiran hadir sepenuhnya (𝘮𝘪𝘯𝘥𝘧𝘶𝘭𝘭𝘺) adalah seperti keadaan pikiran menonton bola kemarin malam, saya dengan segenap tubuh dan pikiran hadir sepenuhnya pada momen saat-kini yang terindra dan tiada apapun mendistraksi pikiran.
Apakah ya harus begitu? Apalah manfaatnya?
Poinnya bukan harus atau tidak harus. Pikiran ngaluwara atau tidak jenak hampir semuanya adalah sumber munculnya emosional mengganggu.
Melatihnya hadir atau nyepada'ne pada momen dan hal-hal yang ada di sekitar adalah mengajak pikiran diam pada yang nyata, kesejatian. Ini yang dimaksud oleh nasihat orang Jawa sebagai 𝘯𝘨𝘦𝘯𝘰𝘭𝘯é 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 (mengosongkan pikiran), kadang diistilahkan 𝘯𝘨𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘯é 𝘱𝘢𝘯𝘺𝘪𝘱𝘵𝘢 (mengheningkan pencipta; membuat diam piikiran).
Pikiran sehat dengan membuatnya diam, tubuh sehat dengan membuatnya bergerak (Ajahn Chah).
Waspadha/nyepadha'né adalah menjaga kesadaran selaras dan hadir sadar sepenuhnya pada apa-apa yang di luar diri dimana tubuh kita berada. Pikiran diam bukan berarti tanpa ada apa-apa. Manfaatnya adalah memotong p[em]ikiran-p[em]ikiran tidak perlu.
Bikkhu, pikiran tidak terlatih adalah sesuatu yang tidak baik, sesuatu yang harus dihindari. Pikiran yang tidak terlatih, Bikkhu, adalah seperti monyet yang tinggal di hutan. Monyet itu, Bikkhu, mengambil buah dari pohon ini, lalu melemparkannya dan mengambil buah dari pohon lain, lalu melemparkannya dan mengambil buah dari pohon lain lagi. Demikianlah, Bikkhu, pikiran yang tidak terlatih adalah seperti monyet yang tinggal di hutan (Samyutta Nikaya 35: 239)
𝙀𝙡𝙞𝙣𝙜
Kita seringkali tidak tenang, gelisah, diselimuti penyesalan, tak bisa lepas dari ingatan traumatik, ataupun kecewa karema kita tidak 𝘦𝘭𝘪𝘯𝘨 terhadap apa saja yang sedang muncul pada latar pikiran. Karenanya kita terseret oleh ingatan-ingatan atau kesan-kesan yang telah ditangkap pikiran dan dimemori dalam jaringan sinaps otak, yang mana munculnya kesan di pelataran pikiran ini seringnya diikuti oleh munculnya reaksi emosional tiada kita sadari: marah, kecewa, benci, mengelukan, dst.q
Selain hal tadi, kita menangkap berbagai silih ganti peristiwa keseharian melalui indera kita, ditransmisikan ke otak, kemudian oleh otak diterjemahkan sebagai informasi. Otak tak kita sadari memberi respon terhadap informasi yang dijumpai seringnya juga diikuti reaksi emosional semisal marah, kecewa, 𝘨𝘦𝘵𝘩𝘦𝘮-𝘨𝘦𝘵𝘩𝘦𝘮, sedih, muak, bahagia, gembira, dst.
Eling adalah kemampuan mengamati terhadap apa saja yang muncul di latar pikiran yang tenggelam kemudian. Kemudian muncul lagi lainnya dan kemudian tenggelam.
Eling adalah skil penting bagi kita agar tak dibuat bingung batin (pikiran dan emosional) kita yang seringnya paling pertama dirugikan adalah diri kita sendiri.
Contoh praktik, ketika ketinggalan skor dari timnas Tiongkok kemarin. Informasi yang ditangkap oleh pikiran saya ini kemudian memunculkan reaksi emosional, agak kecewa. Namun, 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙚𝙡𝙞𝙣𝙜 𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙚𝙙𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙪𝙣𝙘𝙪𝙡, 𝙧𝙖𝙨𝙖 𝙠𝙚𝙘𝙚𝙬𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙪𝙣𝙘𝙪𝙡 𝙙𝙞 𝙥𝙚𝙡𝙖𝙩𝙖𝙧𝙖𝙣 𝙥𝙞𝙠𝙞𝙧𝙖𝙣 𝙢𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙙𝙞𝙥𝙖𝙙𝙖𝙢𝙠𝙖𝙣, 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙖𝙙𝙖𝙧𝙞 "𝙀𝙝, 𝙥𝙞𝙧𝙠𝙞𝙧𝙖𝙣𝙠𝙪 𝙢𝙪𝙣𝙘𝙪𝙡 𝙠𝙚𝙘𝙚𝙬𝙖 𝙣𝙞𝙝." Rasa mengganggu ini eketika kempes. Batin kembali pada kondisi asalinya, tenang dan bening.
𝙀𝙡𝙞𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙖𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙖𝙥𝙖 𝙨𝙖𝙟𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙞𝙡𝙞𝙝 𝙜𝙖𝙣𝙩𝙞 𝙙𝙖𝙣 𝙩𝙞𝙢𝙗𝙪𝙡-𝙩𝙚𝙣𝙜𝙜𝙚𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙡𝙖𝙩𝙖𝙧 𝙥𝙞𝙠𝙞𝙧𝙖𝙣 𝙠𝙞𝙩𝙖.
"Pikiran tidak membunuh pikiran, pikiran tidak mengusir pikiran. Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri," Master Zen Thich Nhat Hahn.
Permukaan air yang tadinya muncul riak tak perlu menjadi gulungan ombak yang menenggelamkan kita. Permukaan air yang tenang kembali.
