Suguhan Massimo Pigliuci di buku ini adalah apa itu Stoik dan bagaimana menjadi pribadi Stoik. Utamanya merujuk ke catatan-catatan petuah Epictetus, bekas budak berkaki pincang yang melajang hingga tutup usia, penulis memberikan gambaran ke kita akan apa itu Stoik dan bagaimana mempraktikkan ajaran ini. Hemat saya, buku ini termasuk "bacaan kelas medium", kita perlu seksama memahami kalimat per kalimat, bab per bab. Sebab, buku ini bukan melulu berisi panduan praktis bagaimana mengembangkan mindset yang bahagia dalam mengarungi kehidupan semata.
![]() |
| Dok. Pribadi. |
Kalau ada satu hal yang mengharuskan filsafat itu baik, itu adalah untuk membuat kita lebih memahami kondisi manusia dengan menunjukkan kepada kita tidak hanya bagaimana hidup sebaik mungkin tapi juga menerima kenyataan bahwa kematian tidak perlu ditakuti (h. 176).
Sebagaimana tak ada yang datang dari ruang hampa tiba-tiba, Pigliuci menjelaskan ke kita tentang ajaran filsafat Yunani mana yang memberi pengaruh ke Stoik dan terutama figur-figur filsuf mana yang mengilhami Stoikisme.
Sebagai sebuah filsafat yang lahir di periode Hellenisme Yunani—disebut Russell corak filsafat Yunani yang "kurang Yunani"—menuju era Yunani-Romawi yang diwarnai ketidakpastian politik di mana hidup seseorang bisa berubah dalam sekejap dan kematian dapat dialami siapa saja. Banyak dikutip kisah-kisah para Stoik kuno yang pemberani dan bijak dalam menghadapi ketidakpastian kondisi itu dan ancaman kematian. Misalnya, seperti dikutip Pigliuci, kisah pempraktik Stoik bernama Piconius Agrippinus yang—seperti ayahnya di masa Kaisar Tiberius—dihukum mati dan kawannya, seorang senator Publius Clodius Thrasea Paetus, yang dihukum mati pula oleh Nero, difitnah oleh para penjilat yaitu orang-orang di sekitar Kaisar—tentu saja kita juga tahu ada Seneca yang juga dihukum mati kaisar tadi.
Ciri pokok orang yang bijaksana adalah mampu menentukan sikap dalam situasi kompleks yang biasanya tidak mudah diidentifikasi, serta mengambil langkah yang optimal (h. 76).
Diracik dengan kisah-kisah penulis menghadapi berbagai momen dan kisah beberapa figur yang serius menerapkan Stoik di era modern, dari James Stockdale, seorang pilot perwira yang tertangkap lawan perang, hingga Lary Becker, guru besar emeritus filsafat, yang menderita polio sejak remajanya dan menyulitkannya beraktivitas sehari-hari, hidupnya bergantung pada alat yang disebut iron long. Penulis mengomunikasikan topik-topik dalam Stoikisme agak serius dengan upaya meneguhkan doktrin dengan penafsiran berbasis sains, di mana di zaman kuno lebih menekankan rasionalisme spekulatif.
Terbagi menjadi 4 bagian (yang pendahuluan oleh penulis tidak dihitung). Bagian pendahuluan, penulis memberi gambaran peta arah isi buku ke pembacanya.
Bagian pertama, sebagaimana ia mengklasifikasikan bagian bukunya, mendiskusikan dalam cara tafsir barunya mengenai dikotomi kendali, selaras alam, pengembangan sikap bijaksana diri dalam hal-hal genting mengancam, perihal emosional dan melatihnya, dan topik pandangan banyak filsuf Stoik akan kosmologi dan ketuhanan—yang lebih disebut mereka Logos. Sebuah pandangan ketuhanan yang di kenudian era lebih dikenal "Tuhan Einstein".
Epictetus sendiri jelas sekali berkata kepada murid-muridnya bahwa ia tidak memandang Tuhan sebagai sesuatu yang eksternal, sesuatu yang 'ada di luar sana': 'Kamu adalah sebuah karya utana, bagian dari Tuhan Sendiri (h. 93).
Dua bagian berikutnya berkenaan bagaimana menerapkan doktrin Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari.
Poin menarik buku ini, dari perspektif saya, adalah penulis dalam buku ini meneguhkan beberapa doktrin Stoik, memberi tafsir baru di antaranya, dan mengartikulasi ulang beberapa yang lainnya dalam pendekatan saintifik.
Untuk siapa buku ini dibaca? Seperti diutarakan di muka, bacaan kelas medium. Anda yang hendak mencari pengembangan diri praktis, buku filsafat ini tentu saja menyediakan itu, dengan bahasa yang butuh kecermatan membaca demi mencari sisi praktis pokok-pokok ajaran yang anda dapat praktikkan dalam kehidupan, walaupun toh tak seberat buku-buku filsafat serius yang gaya bahasanya seperti memanjat menara gading. Namun lebih cocok ke siapa saja yang sebelumnya telah sedikit banyak mengenal dasar-dasar filsafat ini. Lebih cocok bagi mereka yang hendak mencari tahu secara filosofis mengapa doktrin-doktrin Stoa ini dan itu dan para pencari penjelasan antara filsafat dan sains, sesuatu yang menjembataninya dan peneguh.
