Buku versi bahasa Indonesia karya Shunryu Suzuki ini adalah langka. Naskah mentah buku adalah ceramah-ceramah berkala Suzuki-roshi kepada kelompok meditasi Los Altos Zen, California. Secara umum tentang teknik-teknik zazen, yang ajeg direkam salah satu muridnya bernama Marian Derby. Walau disampaikan sebagai gambaran teknis, ada pesan-pesan segar terselip. Zazen adalah semacam duduk untuk duduk. Meski begitu, ini adalah sarana penting untuk merealisasi Zen, istilah teknis yang bersinonim pikiran murni atau kebuddhaan, sebagaimana saya tangkap dalam pesan naskah buku ini.
Seorang guru Zen berkata, 'Bunuh Buddha!' Bunuh Buddha jika Γ¬a ada di sebuah tempat. Bunuh Buddha, sebab Anda harus memurnikan sifat sejati Buddha Anda sendiri (h. 11).
Anda harus menanggalkan kesadaran persepsional awam Anda bila sedang membaca gatha-gatha Zen. Sebab, sepintas ujaran-ujaran guru Zen seringkali men-challange kesadaran persepsional kita, bentuk kesadaran yang selama hidup adalah pangkal kebingungan emosional kita. Misal lainnya, ketika seorang guru Zen memegang rami, seorang siswa bertanya apa itu Tuhan. Ia dengan spontan alamiah berkata, tiga pon rami. Anda jangan kaget. Pesan dari gatha tersebut adalah, Zen adalah tentang mengawasi pikiran, mengawasi dan melatihnya untuk tidak terdistraksi apa saja yang datang dari luar dan mengganggu sifat sejatinya yaitu hening, untuk selalu selaras terhadap kenyataan. Itu adalah di sini dan saat ini. Melatih pikiran liar kita yang tak pernah jinak layaknya seekor monyet liar berloncatan di antara dahan-dahan: dahan masa lalu atau dahan masa depan, ke sana kemari tak karuan. Untuk ini, ekspresi para guru akan Zen terkenal padat dan lugas.
Harus kita garis bawahi pula, dalam literatur Buddhisme, istilah "Buddha" merujuk 2 hal, tergantung konteks. Kadang merujuk Sang Buddha, kadang merujuk pada sifat sejati setiap orang, yaitu pikiran murni atau pikiran hening. Oleh Suzuki-roshi, inilah yang dikehendaki pikiran pemula.
Sebagaimana telah dikatakan di atas, buku ini adalah ceramah-ceramah berkala Suzuki-roshi setelah latihan zazen, buku ini tentunya berisi penguatan-penguatan ke siswa-siswanya tentang (i) bagaimana postur yang benar dan simbol apakah gerangan postur tubuh itu, (ii) sikap benar yang jika kita bacai naskah babnya membabarkan tentang kualitas pikiran tertentu, dan (iii) pengertian benar akan Zen yang direalisasi lewat zazen. Walau sepintas teknis sekali, tetapi buku ini sedikit banyak tersirat sesuatu yang menjadi sasaran agama Buddha. Bagaimanapun Buddhisme adalah rakit, bukan tujuan. Atau, untuk dipanggul-panggul fanatik, tidak ada manfaat dipetik atau mengurangi kebebalan kita. Buddhisme layaknya maps bagi Anda untuk menemukan guru sejati Anda, bukan ke luar sana, melainkan ke dalam diri Anda sendiri.
Suzuki-roshi di buku ini juga memberi gambaran bahwa Zen Buddhisme tidak ada perbedaan dengan tradisi-tradisi pengajaran Buddhisme yang lain. Ibaratnya, ini hanya pilihan apa yang hendak kita kendarai menuju suatu tempat. Titik sasarannya adalah tiada beda. Zen Buddhisme hanya memiliki metoda sendiri. Meributkan perbedaan metoda seperti halnya telunjuk mengarah ke bulan dan menganggap serta meributkan telunjuk adalah bulan itu sendiri.
Sebagai saran, menangkap "esensi" Δgama orang Asia selatan dan Oriental (biasa diklasifikasikan agama Timur), Anda harus menanggalkan sejenak pikiran kerdil Anda, pikiran yang selama ini terjebak cara pikir dualistik, pikiran yang selalu ingin menampungkan hal-hal ke pikiran dan memahaminya sebagai proposisi dikotomistik. Selama kita masih saja melekat pada kecenderungan ini, Anda tidak menemukan apa-apa selain kebingungan dan terjebak dalam labirin kekerdilan pikiran Anda sendiri. Tak mungkin spirit Anda terbebas dari kebingungan hidup, merealisasi semacam kebahagiaan tanpa stimulus eksternal. Buku ini, ceramah Suzuki-roshi, mengajak kita mengistirahatkan cara berpikir yang diadopsi dalam ranah intelektual, melampauinya. Pikiran murni adalah pikiran menyadari segala sesuatu sebagaimana adanya, menyadari kesejatian Anda, menyadari sejatinya Anda itu ̶s̶i̶a̶p̶a̶ apa.Mungkin benar demikian, dan mungkin pula ini adalah agama yang telah ada sebelum timbulnya agama-agama lain. Walaupun demikian kita tidak akan mempelajari keberadaannya secara intelektual. ... Inilah yang saya katakan agak langka (h. 138).