Jepang adalah bangsa tua yang kaya akan budaya, inovasi teknologi, dan kuliner. Dari bangsa Jepang, kita bisa memetik falsafah hidup. Ide-ide fundamental yang menjadi landasan mendalam bagaimana individunya menjalani eksitensinya. Kita bisa belajar singkat di sini nilai-nilai itu dengan harapan membuat cara kita hidup lebih bermakna, entah itu tentang diri atau relasi sesama.
1/ Ikigai
Ikigai adalah berkenaan menemukan ke dalam diri alasan mengapa diri saya layak melanjutkan kehidupan ini dan bagaimana hidup saya harus saya maknai. Setiap individu mencari esensi dari eksistensi ini ke dalam diri. Inti falsafah ini ada jalinan antara apa yang ingin dituju, nurani memanggilku ke mana, dan profesi apa yang sekiranya memberi “alasan bereksistensi”. Ikigai mengajak kita untuk mengeksplorasi titik keseimbangan antara apa yang kita sukai, apa yang kita kuasai, apa yang diperlukan dunia ini dari saya, dan apa yang dapat menopang diri secara finansial. Berakar pada pandangan dunia secara holistik, Ikigai mendorong kehidupan yang bermakna dan penuh rasa puas.
2/ Kansha
Kansha adalah kontemplasi bagaimana menumbuhkan rasa puas batin di setiap momen kehidupan kita alami dan menghargai apa saja yang ada saat ini, setiap hal-hal baik, dan ketenangan batin menjumpai apa saja yang terjadi dalam hidup. Entah mengakui usaha dan pencapaian baik seseorang, menerima apapun hidangan tersedia, atau menghargai momen yang membahagiakan. Kansha pada intinya mendorong kita untuk menikmati momen sukacita luar biasa maupun sukacita biasa umumnya dalam hidup.
3/ Yasuragi
Yasuragi merepresentasikan falsafah atau seni hidup bagaimana menciptakan batin tak bergejolak, ketenangan, dan rasa ayem batin. Menekankan pada bagaimana menemukan rasa tenang di tengah ketidakmenentuan dan tantangan hidup yang mendera. Baik ditempuh melalui meditasi, kontemplasi, atau sekadar berjalan-jalan di alam sekitar, Yasuragi menawarkan ketenangan bagi spirit.
4/ Danshari
5/ Wabi-Sabi
Wabi-Sabi adalah seni menemukan keindahan dari ketidaksempurnaan, ketidakkekalan, dan siklus alamiah kehidupan. Berakar dari ajaran Zen Buddhisme, Wabi-Sabi memperkenalkan kesederhanaan dan seni menerima ketidaksempurnaan hal-hal dalam kehidupan. Entah itu meja kayu yang sudah usang dan lapuk fisik kita yang merosot tidak ideal lagi, atai hal-hal yang ada yang terus berubaj dan meorosot dari keidealan wujudnya. Wabi-Sabi mengajarkan kita menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian tak terpisah dari jalannya kehidupan yang berubah dan limitatif.6/ Yogen
Yugen agak sulit ditangkap maksudnya. Istilah merepresentasikan apa yang dirasakan akan keindahan daripada keindahan itu sendiri. Pengalaman secara emosional mengalami keindahan yang tak dapat dideskripsikan dalam barisan kata. Mengalami apa pun bukan pendeskripsiannya. Yugen adalah pengalaman yang paling bermakna adalah pengalaman yang melampaui kata-kata. Pengalaman mendalam ini dapat ditemukan dalam pengalaman batin langaung terhadap seni dan kenaturalan. Seperti hadirnya perasaan memandang bentang pegunungan yang membuat takjub atau menyadari emosi yang kita rasakan mendalam saat mendengar komposisi klasik.
7/ Kiyomeru
Kiyomeru berkaitan dengan pembersihan jasmani, menata mental, atau memadamkan gejolak emosional. Dalam tempo lain. Istilah ini kadang dikaitkan pula dengan praktik spiritual seperti menyucikan jasmani sebelum memasuki tempat-tempat yang secara budaya dinggap keramat atau ketika hendak melakukan usaha baru. Ide mendasarnya adalah mengosongkan diri untuk menciptakan ruang bagi peluang dan tumbuhnya hal baru dalam diri.
8/ Magokoro
Magokor merepresentasikan falsafah hidup dalam ketulusan dan tanpa pamrih personal atas apa yang kita lakukan. Ini adalah lambang ketulusan dan pemurnian niat batin. Baik dalam pertemanan, relasi isaha, atau interaksi sosial. Memiliki Magokoro berarti bertindak dengan penuh ketulusan, tanpa motif pamrih personal, demi kebaikan bersama orang-orang yang berjalan dan berjuang dengan kita, dan wujud integritas. Hal ini merupakan wujud komitmen seseorang dalam berusaha dan menjalin hubungan sepenuhnya tak lain adalah berusaha dan hubungan itu sendiri sebagai tujuan.
9/ Omoiyari
Omoiyari berarti empati dan welas asih. Ini mengacu pada kemampuan diri untuk merasakan perasaan dan kebutuhan orang lain secara intuitif dan bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan welas. Lebih dari sekadar empati, kita perlu secara aktif mencari cara untuk meringankan ketidaknyamanan atau tekanan yang menimpa orang lain. Omoiyari meningkatkan keharmonisan komunal dengan mendorong saling memerhatikan dan bersama-sama tumbuh alam kebaikan.
10/ Mottainai
Mottainai adalah istilah yang mendorong kesadaran terhadap penggunaan sumber daya secara efisien dan menghindari pemborosan. Berakar pada filosofi Buddhisme, Mottainai berfungsi sebagai pengingat untuk selalu memperhatikan nilai suatu benda dan tidak menyia-nyiakan apa pun. Baik itu menggunakan kembali bahan-bahan atau sepantasnya tidak menyisakan mubazir makanan disantap, Mottainai adalah etos yang pro terhadap menjalani hidup minimalis, efisiensi, dan mendorong adanya keberlanjutan.